Jumat, 24 Februari 2012

Kreasi ala Barat Hingga Timur Tengah

 Menu iga dan buntut benar-benar tak ada matinya. Semakin hari semakin banyak tempat makan yang mengangkat menu ini dalam daftar sajiannya. Mereka pun berkreasi dengan beragam style masakan.
Penggemar sajian berbahan iga dan buntut sapi dari hari ke hari semakin bertambah. Tak hanya golongan orang dewasa saja yang menjadikan menu ini sebagai favorit, tetapi juga gerombolan anak muda.
Mereka tergoda dengan kelezatan olahan iga dan buntut karena memiliki rasa lebih gurih dibandingkan dengan daging murni. Apalagi posisi daging pada bagian iga dan buntut yang menempel di sela-sela tulang. Ada kenikmatan tersendiri ketika menyantap hidangan ini. Hmm…
Bagi para juru masak, iga dan buntut termasuk bahan masakan favorit. Sebab kedua bahan tersebut mampu diolah dengan menggunakan bermacam-macam bumbu. Jika awalnya iga dan buntut banyak dimasak dengan style masakan western, kini hampir semua bumbu di seluruh dunia bisa diaplikasikan pada bahan ini.
Warung Sop Buntut Candi Borobudur adalah salah satu tempat makan yang mengolah iga dan buntut dengan banyak variasi. Selain memasak kedua bahan tersebut dengan bumbu ala Barat, tempat makan milik Iwan Samsul ini juga memanfaatkan bumbu tradisional khas nusantara, Chinese serta Timur Tengah.
“Keistimewaan yang dimiliki oleh iga dan buntut terletak pada pengolahannya. Dua bahan yang diambil dari sapi ini bisa diolah menjadi beragam jenis masakan serta karakter berbeda. Mulai dari masakan ala Barat hingga masakan khas Timur Tengah,” ungkap Iwan.
Dari bahan dan macam-macam bumbu, Iwan mengaku bisa berkreasi hingga menghasilkan 13 jenis masakan berbeda. Sebanyak delapan masakan menggunakan buntut sebagai bahan dasar, sedangkan sisanya olahan yang menggunakan iga. Olahan buntut di antaranya buntut bakar dan buntut saos tausi, sementara olahan iga di antaranya iga bakar rempah dan iga goreng penyet.
Iwan melanjutkan, olagan iga dan buntut khas western cenderung memiliki rasa lebih sederhana karena bumbu-bumbu yang digunakan lebih sedikit. Berbeda dengan olahan iga dan buntut khas tradisional nusantara dan Timur Tengah. Keduanya menggunakan lebih banyak jenis bumbu, sehingga rasanya pun jadi lebih menantang.
“Khusus pada olahan iga dan buntut khas Timur Tengah, saya banyak memanfaatkan rempah-rempah. Rasa iga dan buntut khas Timur Tengah ini banyak disukai oleh masyarakat Malang karena dapat membuat badan menjadi hangat setelah memakannya,” sambung pria yang pernah bekerja di Grand Hyatt Surabaya, Qatar dan Dubai ini.

 Warung Sop Buntut Candi Borobudur
jl. Raya sulfat di teras ruko soto sulung
buka jam 5 sore s/d 10 malam

0 komentar:

Posting Komentar